LAPORAN
PENDAHULUAN
CHRONIC LUNG
DISSIASIS
A.
DEFINISI
a. Chronic Lung Dissiasis
Chronic Lung
Dissiasis atau Cronic Obstruction Pulmonary Disease adalah penyakit
paru kronik (PPOK) dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya
COPD (Cronic Obstruction Pulmonary
Disease) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk
dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
merupakan obstruksi saluran
pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik,
emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
b.
Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan bagian bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut,
sekitar 15-20% ditemukan pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai
penyakit infeksi dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas (WHO,
1989). Definisi lainnya adalah pneumonia merupakan suatu sindrom (kelainan)
yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan
aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi.
c. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan dimana
asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini diderita
oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang sangat
tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri. Malnutrisi
(gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang
disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan
energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status
gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB)
B.
ETIOLOGI
Secara
keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel
gas ini termasuk :
a. Asap rokok
a) perokok
aktif
b) perokok
pasif
b. polusi udara
a) polusi di
dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b) polusi di luar
ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
c. polusi di
tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
d. infeksi
saluran nafas bawah berulang
C.
KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
a.
Bronchitis Kronis
a)
Definisi
Bronchitis Kronis
merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang
berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
b)
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis
yaitu:
1. Infeksi : stafilokokus,
sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang
: misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c) Manifestasi
klinis
1. Peningkatan ukuran dan jumlah
kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akanmeningkatkan produksi
mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga
menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu,
"mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga
produksi mukus akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan
menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran
udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus
besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran
bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama
ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan
oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana
terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7. Klien terlihat
cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah
sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami
reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut
tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF
b. Emfisema
a) Definisi
Perubahan
anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1. Faktor tidak diketahui
2. Predisposisi genetic
3. Merokok
4. Polusi udara
c) Manifestasi
klinis
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Inspeksi : barrel chest,
penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan,
penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas
: krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. Kelemahan
c. Asthma Bronchiale
a) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang
menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1. Alergen (debu, bulu binatang, kulit,
dll)
2. Infeksi saluran nafas
3. Stress
4. Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5. Obat-obatan
6. Polusi udara
7. Lingkungan kerja
8. Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c) Manifestasi
Klinis
1. Dispnea
2. Permulaan serangan terdapat sensasi
kontriksi dada (dada terasa berat),
3. wheezing,
4. batuk non produktif
5. takikardi
6. takipnea
D.
PATOFISIOLOGI
DAN PATWAY
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi
yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas
antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah
yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa
perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai
untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada
sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil)
paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan
ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi
jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
E.
MANIFESTASI
KLINIS
a. Chronic Lung Dissiasis
Batuk merupakan keluhan pertama yang
biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada
awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK
juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari,
tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi
akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut
meliputi:
a) Batuk bertambah berat
b) Produksi sputum bertambah
c) Sputum berubah warna
d) Sesak nafas bertambah berat
e) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f) Terdapat gagal nafas akut pada gagal
nafas kronis
g) Penurunan kesadaran
b. Penomunia
a) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi
yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu
mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka
rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak
bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
b) Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa
infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai
sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig
dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
c) Anoreksia, merupakan hal yang umum yang
disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari
penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui
tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
d) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan
dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya
berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
e) Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi
dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena
virus.
f) Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang
tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis.
g) Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi
mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi
pernafasan dan menyusu pada bayi.
h) Keluaran nasal, sering menyertai infeksi
pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen,
bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi.
i) Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit
pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut.
j) Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi,
mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels.
k) Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering
terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk
minum dan makan per oral.
c. Gizi Buruk
Secara klinis terdapat dalam 3 tipe
yaitu :
a) Kwashiorkor,
ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat,
mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan
rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement
dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
b) Marasmus,
ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi
dan diare.
c) Marasmus
kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
F. KOMPLIKASI
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai
PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain
: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c.
infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan
karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial
dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan
kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
d.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung
kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan
dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia,
penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
f.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang
berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial
mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara
radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines
terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk
kelainan foto dada yaitu:
a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi
overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering
terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b) Corakan paru yang bertambah.
c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
d. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60
tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
e. Pemeriksaan EKG
f. Kultur sputum, untuk mengetahui
petogen penyebab infeksi.
g. Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
a) Pencegahan : Mencegah kebiasaan
merokok, infeksi, dan polusi udara
b) Terapi eksaserbasi akut di
lakukan dengan :
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut
biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan
S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin
4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow
rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila
terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika
terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO2
3. Fisioterapi membantu pasien untuk
mengelurakan sputum dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi
obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti
kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium
bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin
0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
c)
Terapi
jangka panjang di lakukan :
1. Antibiotik untuk kemoterapi
preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian
eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat
reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat
ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
b. Keperawatan
a)
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b)
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukan pernapasan yang paling efektif.
c)
latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d)
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula
I. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak
efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
|
NOC :
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Aspiration Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
1.
Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
2.
Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
3.
Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur
4.
Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam
hari sesuai yang diharuskan.
5.
Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
6.
Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
7.
Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
8.
Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
|
2.
|
Pola napas tidak
efektifberhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan
jalan napas
|
NOC :
v Respiratory status : Ventilation
NOC
v Respiratory status : Airway patency
v Vital sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole 110-130mmHg dan diastole 70-90mmHg), nad
(60-100x/menit)i, pernafasan (18-24x/menit))
|
1.
Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
2.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
3.
Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat
toleransi pasien.
4.
Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
|
3.
|
Gangguan pertukaran gasberhubungan
dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
|
v Respiratory status : Ventilation
Kriteria Hasil :
v Frkuensi nafas normal (16-24x/menit)
v Itmia
v Tidak terdapat disritmia
v Melaporkan penurunan dispnea
v Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
|
1. Deteksi bronkospasme
saatauskultasi .
2. Pantau klien terhadap dispnea
dan hipoksia.
3. Berikan obat-obatan
bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek
sampingnya.
4. Berikan terapi aerosol sebelum
waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
5. Pantau pemberian oksigen
|
4.
|
Intoleransi
aktivitasberhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen
|
NOC :
v Energy conservation
v Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
v Mampu melakukan aktivitas sehari
hari (ADLs) secara mandiri
|
1.
Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan
2.
Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3
menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
3.
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill
dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan
perlahan.
4.
Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status fungsi dasar.
5.
Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan pasien.
6.
Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan
aktivitas untuk berjaga-jaga.
7.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring
lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
8.
Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang
lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
9.
Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
|
5.
|
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping
obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
|
NOC :
v Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
1.
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2.
Auskultasi bunyi usus
3.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
4.
Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
5.
Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
6.
Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
7.
Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
|
6.
|
Kurang perawatan diri berhubungan
dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan
insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
|
NOC :
v Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
v Klien terbebas dari bau badan
v Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
|
1.
Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga
2.
Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat,
istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
3.
Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8
volume 2. Jakarta, EGC
Carpenito
Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
IOWA
Intervention Project, Mosby.
Price,
Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer
C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
www.wikipedia/ Chronic Lung Dissiasis.com, di askes Tanggal 15/12/14 Jam 13.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar