Kamis, 03 September 2015

INFEKSI SALURAN KEMIH



LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN KEMIH

A.    Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung kemih yang umumnya steril. (Arif mansjoer, 2001) Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme (Corwin, 2001 : 480) Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001) Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada manifestasi bakteri pada saluran kemih (Engram, 1998 : 121). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah berkembangnya mikroorganisme di dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus/mikroorganisme lain.


B.     Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
a.       Kandung kemih (sistitis)
b.      Uretra (uretritis)
c.       Prostat (prostatitis)
d.      Ginjal (pielonefritis)
C.    Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a.       Pseudomonas, Proteus, Klebsiella
b.      Escherichia Coli
c.       Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih adalah :
a.       Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
b.      Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengan pria.
c.       Abnormalitas Struktural dan Fungsional
d.      Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik Contoh : strikur,anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis
e.       Obstruksi Contoh : Tumor, Hipertofi prostat
f.       Gangguan inervasi kandung kemih Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosis
g.      Penyakit kronis Contoh : Gout, DM, hipertensi
h.      Instrumentasi Contoh : prosedur kateterisasi
D.    Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
a.      Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang terinfeksi.
b.      Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
c.      Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal.
d.     Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain. Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi. Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
E.     Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
a.       Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
b.      Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
c.       Hematuria
d.      Nyeri punggung dapat terjadi
e.       Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
f.       Demam
g.      Menggigil
h.      Nyeri panggul dan pinggang
i.        Nyeri ketika berkemih
j.        Malaise
k.      Pusing
l.        Mual dan muntah

F.     Komplikasi
a.       Gagal ginjal akut
b.      Ensefalopati hipertensif
c.       Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif
G.    Pemeriksaan Diagnostik
a.       Urinalisis
1.    Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
2.    Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
b.      Bakteriologis
1.    Mikroskopis
2.    Biakan bakteri
c.       Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
d.      Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai  criteria utama adanya infeksi.
e.       Metode tes
1.    Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
2.    Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
3.    Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat  dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
H.    Pencegahan
a.    Jaga kebersihan
b.    Sering ganti celana dalam
c.    Banyak minum air putih
d.   Tidak sering menahan kencing
e.    Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan
I.       Penatalaksanaan
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin) 7-10 mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis saluran kemih.
a.       Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida (gentamisin, amikasin, dan lain-lain), sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari.
b.      Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada fase akut. Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi atau asam mandelamin. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu sampai 2 tahun.
c.       Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik, nefrektami kadang-kadang perlu dilakukan
J.      Prognosis
Walaupun tanpa perawatan antibiotik, penyakit cenderung menjadi jinak dan berhenti sendiri. Fase simptomatik penyakit biasanya berlangsung tidak lebih dari seminggu, walaupun bakteriuria dapat bertahan lebih lama. Pada kasus yang terkait factor fredisposisi, maka penyakit ini dapat kambuh atau kronis.
K.    konsep keperawatan
a.         Pengkajian
1.    Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
2.    Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a)      Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
b)      Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
c)      Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
d)     Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
e)      Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
f)       Apakah terjadi inkontinensia urine?
3.    Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
a)      Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
b)      Adakah disuria?
c)      Adakah urgensi?
d)     Adakah hesitancy?
e)      Adakah bau urine yang menyengat?
f)       Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
g)      Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
h)      Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
i)        Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
4.    Pengkajian psikologi pasien:
a)      Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
b)      Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya
L.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lainnya
b.      Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih, urgency dan hesistancy
c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
d.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
e.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
f.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan evaporasi berlebihan dan muntah
g.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, mekanisme coping tidak efektif
h.      Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
M.   Intevensi Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain
Tujuan       : Nyeri hilang dengan spasme terkontrol
KH : Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada daerah suprapubik
Intervensi  :
1.      Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
2.      Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri
3.      Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
4.      Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
5.      Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
6.      Kolaborasi pemberian analgetik
b.      Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy
Tujuan       : Pola eliminasi urine membaik
KH            : Pola eliminasi urine membaik ditandai dengan klien melaporkan berkurangnya frekuensi ( sering berkemih) urgensi dan        hesistensi.
Intervensi  :
1.      Kaji pola eliminasi klien
2.      Rasional: sebagai dasar dalammenentukan intervensi selanjutnya
3.      Dorong pasien untuk minum sebanyak mungkin dan mengurangi minum pada sore hari
4.      Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-3 jam dan bila tiba- tiba dirasakan.
5.      Siapkan / dorongan dilakukan perawatan perineal setiap hari.
c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
Tujuan       : Pola tidur membaik
KH            : Pola tidur membaik ditandai dengan klien melaporkan dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi  :
1.      Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
2.      Berikan tempat tidur yang nyaman
3.      Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misalnya, mandi hangat dan masase,segelas susu hangat
4.      Kurangi kebisingan dan lampu
5.      Instruksikan tindakan relaksasi
6.      Kolaborasi pemberian obat
a)      Analgetik
b)      Sedatif
d.   Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi iflamasi
Tujuan       : Suhu tubuh kembali normal
KH              :Suhu tubuh kembali normal ditandai dengan klien melaporkan tidak demam, tidak terba panas, TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.      Kaji adanya keluhan atau tanda-tanda perubahan peningkatan suhu tubuh
2.      Observasi TTV terutama suhu tubuh sesuai indikasi
3.      Kompres air hangat pada dahi dan kedua aksilla
4.      Kolaborasi pemberian obat-obatan antipiretik
e.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan       : Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
KH         : Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan, menunjukkan peningkatan selera makan, klien menghabiskan porsi makanan yang diberikan.
Intervensi  :
1.      Kaji intake makanan klien
2.      Dorong tirah baring/atau pembatasan aktivitas
3.      Berikan kebersihan oral
4.      Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani
5.      kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik
f.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi dan muntah
Tujuan       :Cairan tubuh tetap seimbang
KH              :Mempertahankan volume cairan yang adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab,turgor kulit bagus, keseimbangan intake dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah.
Intervensi :           
1.      Awasi masukan dan haluaran cairan. Perkirakan kehilangan cairan melalui keringat
2.      Anjurkan unruk mempertahankan intake peroral
3.      Observasi penurunan turgor kulit
4.      Kolaborasi
a)       Berikan cairan parenteral jika diperlukan
b)       Berikan obat antiemetik
c)       Berikan obat antipeuretik
g.      Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif, kurang pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan       :Ansietas berkurang atau hilang
KH           :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi  :
1.      Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
2.      Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
3.      Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang dilakukan
4.      Berikan lingkungan tenang dan istirahat
5.      Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian
6.      Beri dorongan spiritual
7.      Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
8.      Kolaborasi pemberian obat sedatif
























DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Cet.1. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar