LAPORAN
PENDAHULUAN
VERTIGO
A.
DEFINISI
Perkataan vertigo berasal dari
bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai
gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja,
melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.
B.
ETIOLOGI
Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :
1. Lesi vestibular :
a.
Fisiologik
b.
Labirinitis
c.
Menière
d.
Obat ; misalnya quinine, salisilat.
e.
Otitis media
f.
“Motion sickness”
g.
“Benign post-traumatic positional vertigo”
2. Lesi saraf vestibularis
a.
Neuroma akustik
b.
Obat ; misalnya streptomycin
c.
Neuronitis
d.
vestibular
3. Lesi batang otak, serebelum atau
lobus temporal
a.
Infark atau perdarahan pons
b.
Insufisiensi vertebro-basilar
c.
Migraine arteri basilaris
d.
Sklerosi diseminata
e.
Tumor
f.
Epilepsy lobus temporal
Menurut (http://www.kalbefarma.com)
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
a.
Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b.
Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis
media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma,
rudapaksa dengan perdarahan.
c.
Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma,
serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan,
vertigo postural.
d.
Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e.
Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis
arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2. Penyakit SSP :
a.
Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis,
arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium
paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop,
hipotensi ortostatik, blok jantung.
b.
Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c.
Trauma kepala/ labirin.
d.
Tumor.
e.
Migren.
f.
Epilepsi.
3. Kelainan endokrin: hipotiroid,
hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan
menstruasi-hamil-menopause.
4. Kelainan psikiatrik: depresi,
neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5. Kelainan mata: kelainan
proprioseptik.
6.
Intoksikasi.
C.
PATOFISIOLOGI
DAN PATWAY
Vertigo
timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat
kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya
ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan
pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu
lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil
kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam
kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata
dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
Klasifikasi :
Berdasarkan gejala klinisnya,
vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
1. Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya
datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang
sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara
serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan
menjadi :
a. Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah :
Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom
Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b. Yang tanpa disertai keluhan telinga
:
Termasuk di sini adalah : Serangan
iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo
pada anak (Vertigo de L’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c. Yang timbulnya dipengaruhi oleh
perubahan posisi :
Termasuk di sini adalah : Vertigo
posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap,
keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan
akut, dibedakan menjadi:
a.
Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika,
meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan
ototoksik, tumor serebelopontin.
b.
Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis
pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis
multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan
kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c.
Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik,
Vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya
mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
a.
Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster
otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada
auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
b.
Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom
arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika,
sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior
posterior.
Ada pula yang membagi vertigo
menjadi :
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan
sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat
kelainan sistem somatosensorik dan visual.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Secara
umum VERTIGO memiliki gejala perasaan berputar yang kadang-kadang disertai
gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat,
nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah,
puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.macam-macm VERTIGO
:
1.
Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia,
paratesia, perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien
mengeluh lemah, gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi
tanyanye secara berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan
dan gangguan kaseimbangan. Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh
menunjuk jari pemeriksa dan kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan
dengan buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo
perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal. Penyebab
vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang,
TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat
menyebabkan vertigo adalah iskemia batang otak, tumor difossa
posterior, migren basiler.
2. Vertigo perifer
Lamanya
vertigo berlangsung:
a.
Episode
(Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB).
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur
atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung beberapa detik
kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah trauma kepala,
pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala
akan menghilang spontan.
b.
Episode Vertigo
yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai pada
penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo
dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan
munculnya penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan mata
tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan,
jika menapak tumit kaki
E.
KOMPLIKASI
1. Stroke
2. Obstruksi peredaran darah dilabirin
3. Labirintitis (Viral, Bakterial)
4. Penyakit Meniere
5. Infeksi,
Inflamasi
6. Tumor
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik :
a.
Pemeriksaan mata
b.
Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c.
Pemeriksaan neurologik
d.
Pemeriksaan otologik
e.
Pemeriksaan fisik umum.
2. Pemeriksaan khusus :
a.
ENG
b.
Audiometri dan BAEP
c.
Psikiatrik
3. Pemeriksaan tambahan :
a.
Laboratorium
b.
Radiologik dan Imaging
c.
EEG, EMG, dan EKG.
G.
PENATALAKSANAAN
1. Medis
Terapi
farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus
perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila
pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan
berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.
2. Keperawatan
a.
Vertigo posisional Benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat
remisi pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir
tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan
vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk
\semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda.
Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi
respon vertigo.
b.
Obat-obatan
obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin
atau fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat
ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang
merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter
menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri
maka dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
H.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas / Istirahat
a) Letih, lemah, malaise
b) Keterbatasan gerak
c) Ketegangan mata, kesulitan membaca
d) Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai
nyeri kepala.
e) Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur
tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b.
Sirkulasi
a) Riwayat hypertensi
b) Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
c) Pucat, wajah tampak kemerahan.
c.
Integritas Ego
a) Faktor-faktor stress emosional/lingkungan
tertentu
b) Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan,
ketidakberdayaan depresi
c) Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama
sakit kepala
d) Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala
kronik)
d.
Makanan dan cairan
a) Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya
kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,
jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
b) Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
c) Penurunan berat badan
e. Neurosensoris
a) Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
b) Riwayat kejang, cedera kepala yang baru
terjadi, trauma, stroke.
c) Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
d) Perubahan visual, sensitif terhadap
cahaya/suara yang keras, epitaksis.
e) Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu
sisi tempore
f) Perubahan pada pola bicara/pola pikir
g) Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
h) Penurunan refleks tendon dalam
i)
Papiledema.
f. Nyeri/ kenyamanan
a) Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit
kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma,
sinusitis.
b) Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
c) Fokus menyempit
d) Fokus pada diri sendiri
e) Respon emosional / perilaku tak terarah seperti
menangis, gelisah.
f) Otot-otot daerah leher juga menegang,
frigiditas vokal.
g. Keamanan
a) Riwayat alergi atau reaksi alergi
b) Demam (sakit kepala)
c) Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
d) Drainase nasal purulent (sakit kepala pada
gangguan sinus).
h. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi
sosial yang berhubungan dengan penyakit.
i.
Penyuluhan / pembelajaran
a) Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit
pada keluarga
b) Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein.
Kontrasepsi oral/hormone, menopause.
c.
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan
dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor,
peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh
faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
b. Koping individual tak efektif
berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat,
kelebihan beban kerja.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh
memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
2.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan
ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial
ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan
posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria
Hasil :
1)
Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
2)
Tanda-tanda vital normal
3)
pasien tampak tenang dan rileks.
Intervensi
:
1)
Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
Rasional : Mengenal dan memudahkan
dalam melakukan tindakan keperawatan.
2)
Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional : istirahat untuk
mengurangi intesitas nyeri.
3)
Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat
mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4)
Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi
ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
5)
Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk
mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif
berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat,
kelebihan beban kerja.
Tujuan
: koping
individu menjadi lebih adekuat
Kriteria
Hasil :
1)
Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
2)
Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di
miliki.
3)
Mengkaji situasi saat ini yang akurat
4)
Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau
situasi yang tepat.
Intervensi
:
1)
Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan
mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam
melakukan tindakan keperawatan.
2)
Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan
kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
3)
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan
dan hasil yang diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui
kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan
semangat untuk pulih.
4)
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil
keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional : membuat klien merasa
lebih berarti dan dihargai.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai
oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman
tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
1)
Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
dari suatu tindakan.
2)
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.
Intervensi
:
1)
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh
pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2)
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui
penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
3)
Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila
diketahui.
Rasional : untuk mengurangi
kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
4)
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
5)
Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang
normal
Rasional : agar klien mampu melakukan
dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
6)
Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan
faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan
tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda
Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
Marilynn
E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415
Terapi Akupunktur untuk Vertigo.pdf/144_15 Terapi Akupunktur untuk Vertigo.html
Kang
L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta,
2004.
selama pagi. saya mau tanya ni, ada gak pengobatan vertigo ini menggunakan cara herbal saja? kalau ada mohon di share ya infonya. terimakasih banyak sebelumnya :)..
BalasHapus